Pidie Jaya – Semangat dan keteguhan hati bisa menjadi jalan menuju impian, sebagaimana ditunjukkan oleh Ny. Katidjah Ismail Adam atau yang akrab disapa Nek Ti. Di usia 90 tahun, perempuan tangguh asal Gampong Meunasah Jurong, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya ini akhirnya menerima kabar membahagiakan: ia akan berangkat menunaikan ibadah haji tahun ini, setelah menunggu sejak mendaftar pada tahun 2018.
Sejak muda, Nek Ti dikenal sebagai perempuan mandiri dan ulet. Ia memiliki keterampilan membuat kue-kue khas Aceh seperti keukarah, dodol Aceh, meuseukat, dan berbagai kue tradisional lainnya. Hasil kue tersebut ia titipkan di warung-warung kecil dan toko-toko kue di sekitar rumahnya untuk dijual. Dari situ, sedikit demi sedikit ia menyisihkan keuntungan yang diperolehnya untuk membeli emas sebagai tabungan haji.
“Lon kon ureung kaya tapi ureung gasien yang jeut peugot kueh dan meukat kueh bacut-bacut dan lon simpan laba jih untuk bloe meuh. Meuh nyan lon publoe untuk daftar haji,” ujar Nek Ti.
(“Saya bukan orang berada, tapi orang miskin yang bisa membuat dan menjual kue sedikit demi sedikit. Keuntungannya saya simpan untuk membeli emas. Emas itulah yang saya jual untuk mendaftar haji.”)
Suaminya meninggal dunia saat usia mereka masih terbilang muda, meninggalkannya bersama seorang anak tiri yang telah diasuh dan dibesarkannya dengan penuh kasih sejak kecil. Meski harus menjalani hidup sebagai ibu tunggal, Nek Ti tak menyerah. Ia terus berjuang demi mewujudkan satu cita-cita besarnya: menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.
Momen haru terjadi ketika Tim Kementerian Agama bersama Geuchik datang ke rumahnya untuk menyampaikan kabar bahwa dirinya mendapat panggilan berangkat haji pada tahun 2025 M atau 1446 Hijriah. Bahagia dan haru bercampur jadi satu, meskipun ia harus berangkat tanpa didampingi anak semata wayang yang sangat disayanginya.
Kakankemenag Pidie Jaya, Mulyadi, membenarkan bahwa anak dari Nek Ti tidak dapat berangkat bersamanya karena terkendala regulasi tentang pendampingan mahram.
“Nek Ti akan berangkat dengan jamaah asal Kabupaten Pidie Jaya tergabung dalam Kloter 5 Embarkasi Aceh. Adapun anak beliau tidak bisa berangkat bersama karena aturan regulasi penyelenggaraan haji yang mengatur tentang pendamping mahram,” jelas Mulyadi.
Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Haji Reguler yang menjelaskan syarat dan prosedur penggabungan mahram.
Meski sempat sedih, Nek Ti menerima dengan lapang dada. Ia yakin ini adalah kehendak Allah dan percaya bahwa akan selalu ada jalan terbaik yang telah disiapkan untuknya. Ia pun tetap bersemangat menyiapkan fisik demi menunaikan ibadah rukun Islam kelima itu. Dengan kondisi kesehatan yang mulai menurun dan pernah mengalami patah kaki akibat terjatuh, ia tetap giat berlatih jalan setiap hari agar fisiknya lebih kuat menjelang pelaksanaan haji.
Sebelum berangkat, Nek Ti bahkan menjual 8 mayam emas untuk keperluan pelunasan dan biaya pribadi lainnya. Dalam obrolan bersama Tim Humas Kemenag Aceh, ia menyampaikan pesan sederhana namun bermakna: mendaftar haji tidak harus menunggu kaya.
“Simpan uang laba hasil jualan, beli emas sedikit demi sedikit. Ketika sudah cukup, jual emas itu dan daftarlah haji. Jangan tunda,” pesan Nek Ti.
Kisah inspiratif Nek Ti menjadi bukti bahwa impian suci dapat diwujudkan dengan ketekunan, keikhlasan, dan doa yang tidak pernah putus. Semoga perjalanan hajinya berjalan lancar dan kembali ke tanah air sebagai haji yang mabrur. []