Beranda Daerah Mengukir Sejarah Perdamaian Aceh: Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., M.I.Kom Kenang Pertemuan...

Mengukir Sejarah Perdamaian Aceh: Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., M.I.Kom Kenang Pertemuan Bersejarah dengan Tgk Abdullah Syafi’i di Balai Cot Glee Cut

Pidie – Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., M.I.Kom, Sekretaris Jenderal DPR RI dan putra asli Pidie, mengunjungi sebuah tempat yang penuh makna sejarah bagi perjalanan perdamaian Aceh, yaitu lokasi pertemuan pertama kalinya dengan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Tgk Abdullah Syafii, pada tahun 2000, Selasa, 24 Desember 2024. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Cot Tunong, Indra menyempatkan diri untuk ziarah ke makam keluarga di kampung halamannya. Momen ini menjadi kesempatan penting baginya untuk memperdalam hubungan emosionalnya dengan tanah kelahirannya, sekaligus mengenang kisah hidup dan perjuangan keluarga yang turut mewarnai perjalanan hidupnya.

Setelah mengunjungi makam keluarga, Indra melanjutkan perjalanan menuju Cot Tunong, sebuah bukit yang terletak di pedalaman Amud, Pidie dan kini menjadi saksi bisu dari proses perdamaian Aceh yang panjang dan penuh tantangan. Di sinilah, pada tahun 2000, pertemuan pertama kalinya antara pemerintah Indonesia dan GAM terjadi, sebuah pertemuan yang menjadi titik awal dari dialog yang membuka jalan bagi perdamaian Aceh.

Pertemuan Bersejarah di Cot Glee Cut: Titik Awal Dialog Perdamaian

Pada tahun 2000, di tengah ketegangan perang yang melanda Aceh, pertemuan antara pemerintah Indonesia dan GAM di Cot Glee Cut menjadi salah satu momen paling penting dalam membuka jalur komunikasi menuju perdamaian. Indra Iskandar, yang saat itu tergabung dalam rombongan yang dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara Bondan Gunawan, ikut serta dalam misi yang ditugaskan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk membuka dialog dengan GAM. Pertemuan tersebut berlangsung di sebuah balai kayu yang terletak di puncak bukit Cot Glee Cut, Pidie, yang kini dikenang sebagai lokasi bersejarah bagi perdamaian Aceh.

Meskipun saat itu situasi sangat mencekam dan penuh ketidakpastian, Indra merasa bahwa pertemuan itu adalah langkah pertama yang sangat penting. “Kami tidak tahu siapa kawan dan siapa lawan. Namun, kami memiliki keyakinan bahwa pertemuan ini penting untuk kemajuan Aceh dan Indonesia,” kenang Indra. Proses perjalanan menuju tempat tersebut juga sangat penuh tantangan, karena mereka tidak diberitahu secara pasti mengenai lokasi pertemuan dan hanya diberi instruksi untuk menuju pedalaman Pidie. “Kami merasa bahwa langkah pertama ini harus dilakukan, meskipun risiko sangat tinggi,” tambahnya.

BACA JUGA  Alat Kelengkapan DPD RI Tahun Sidang 2024-2025 Resmi Disahkan

Tantangan dan Keberanian di Tengah Ketegangan Konflik

Keberanian dan keyakinan yang dimiliki Indra dan rombongan pada saat itu menjadi faktor pendorong utama meskipun mereka tidak mengetahui apa yang akan terjadi selama perjalanan. “Prosesnya sangat alot dan penuh ketidakpastian. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi kami tetap yakin bahwa komunikasi ini adalah bagian dari solusi untuk perdamaian,” ujar Indra. Ketika mereka tiba di Cot Glee Cut, mereka disambut oleh sejumlah anggota GAM, termasuk Tgk Abdullah Syafii, yang akhirnya menjadi bagian dari upaya perdamaian yang lebih luas.

Tgk Abdullah Syafii: Sosok yang Hangat dan Menghargai Perdamaian

Indra juga mengenang sosok Tgk Abdullah Syafi’i, Panglima GAM yang dikenal sangat gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Aceh. Meskipun berada di tengah pertempuran dan konflik, Indra mengungkapkan bahwa Tgk Abdullah Syafi’i adalah sosok yang sangat manusiawi, hangat, dan penuh kasih sayang. “Tgk Abdullah Syafi’i sangat humanis, sangat mengutamakan perdamaian, meskipun perjuangan beliau keras dan prinsip beliau kuat. Beliau tetap menunjukkan sikap yang penuh kasih dan menghargai komunikasi untuk mencapai perdamaian,” kata Indra.

Pertemuan tersebut menjadi titik balik penting dalam proses perdamaian Aceh karena meskipun ada perbedaan pandangan yang tajam antara pemerintah dan GAM, keduanya dapat berbicara dengan penuh rasa hormat dan saling memahami. “Tidak ada kebencian dalam diri Tgk Abdullah Syafi’i. Beliau sangat mengutamakan dialog dan damai. Ini yang membuat pertemuan itu sangat penting,” tambah Indra.

Ziarah ke Makam Tgk Abdullah Syafii: Menghormati Sosok yang Mengutamakan Perdamaian

Setelah mengenang perjalanan perdamaian di Cot Glee Cut, Indra melanjutkan rangkaian perjalanannya untuk ziarah ke makam Tgk Abdullah Syafii, seorang tokoh yang sangat dihormati dalam sejarah perdamaian Aceh. Ziarah ini menjadi momen yang penuh makna, karena Indra ingin memberikan penghormatan kepada sosok yang telah berperan besar dalam proses damai Aceh. “Tgk Abdullah Syafi’i adalah sosok yang telah membawa pesan perdamaian yang sangat kuat. Perjuangannya bukan hanya untuk kemerdekaan Aceh, tetapi juga untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Aceh. Saya merasa penting untuk mengunjungi makam beliau sebagai bentuk penghormatan dan mengenang segala jasa yang telah beliau berikan,” kata Indra.

BACA JUGA  Menteri Ekraf Teuku Riefky Harsya Ziarah ke Makam Abu Lamkawe

Refleksi 20 Tahun Tsunami: Konsolidasi dan Pembangunan Aceh

Menginjak 20 tahun setelah tsunami Aceh yang memporak-porandakan provinsi tersebut pada 2004, Indra menyempatkan diri untuk merefleksikan perjalanan Aceh setelah bencana dan konflik panjang yang terjadi. Baginya, meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai, tantangan terbesar Aceh saat ini adalah konsolidasi antara para pemimpin daerah dan masyarakat. “Sejak tsunami, Aceh telah banyak bangkit, tetapi tantangan terbesar sekarang adalah bagaimana memastikan bahwa pembangunan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat Aceh,” ujar Indra.

Ia juga mengingatkan bahwa keberhasilan pembangunan Aceh ke depan sangat bergantung pada kerjasama antar pemimpin daerah dan masyarakat Aceh itu sendiri. “Pemimpin-pemimpin Aceh harus bekerja sama untuk memastikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” tambahnya. Indra percaya bahwa dengan konsolidasi yang solid, Aceh dapat terus berkembang di berbagai sektor, baik dalam hal infrastruktur, ekonomi, maupun kesejahteraan sosial.

Pesan untuk Generasi Muda Aceh: Belajar dan Bekerja Keras

Bagi Indra, pelajaran terbesar yang dapat diambil dari perjalanan perdamaian dan rekonstruksi pasca-tsunami adalah peran generasi muda Aceh. “Generasi muda Aceh harus belajar, belajar, dan terus belajar. Mereka harus belajar dari sejarah, belajar dari perjalanan panjang Aceh menuju perdamaian, dan menatap masa depan dengan penuh kerja keras,” ujar Indra.

Ia juga menekankan pentingnya generasi muda untuk tidak bergantung pada bantuan atau privilese tertentu. “Jangan berpikir bahwa Aceh akan selalu mendapatkan keuntungan khusus atau privilese di masa depan. Jika kita tidak bekerja keras dan berinovasi, kita akan tertinggal dari daerah lain,” tegasnya. Indra berharap generasi muda Aceh akan tumbuh menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki semangat untuk bekerja keras demi kemajuan daerah.

BACA JUGA  Ratusan Warga Lhoknga Siap Menangkan Om Bus-Syech Fadhil di Pilkada Aceh

Masa Depan Aceh: Kerja Sama dan Optimisme

Menatap masa depan Aceh, Indra mengajak semua elemen masyarakat untuk terus bekerja sama dalam membangun Aceh yang lebih baik. “Aceh memiliki potensi yang luar biasa. Semua elemen masyarakat, baik pemerintah maupun masyarakat, harus terus bekerja sama. Konsolidasi, kerja keras, dan niat yang tulus untuk kemajuan Aceh adalah kunci untuk membangun Aceh yang lebih maju dan sejahtera,” ujarnya.

Dengan semangat perdamaian yang telah dibangun sejak pertemuan bersejarah di Cot Glee Cut dan upaya rekonstruksi pasca-tsunami, Indra optimis bahwa Aceh akan terus berkembang dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Aceh memiliki potensi besar, dan kita harus memanfaatkannya untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak cucu kita,” pungkas Indra.

Dalam kunjungannya ke Cot Glee Cut, ziarah ke makam Tgk Abdullah Syafii, dan refleksi tentang perjalanan panjang Aceh, Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., M.I.Kom memberikan pesan yang jelas: Perdamaian Aceh bukan hanya dimulai dari pertemuan-pertemuan penting seperti di Cot Glee Cut, tetapi juga harus dilanjutkan dengan konsolidasi yang kokoh antar pemimpin dan masyarakat. Aceh harus terbuka terhadap perubahan, bekerja keras, dan menatap masa depan dengan optimisme agar dapat terus berkembang, lebih baik, dan lebih sejahtera.[]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini